RESENSI
NOVEL LAUT BERCERITA
Presensi:
Nayshilla Bilqis Aqeela
Judul:
Laut bercerita
Penulis: Leila Salikha Chudori
Genre: Fiksi sejarah
Penerbit:
Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun
Terbit: 2017
Jumlah
Halaman: 379 halaman
Sinopsis
Di
sebuah senja, di sebuah rumah susun di Jakarta, mahasiswa bernama Biru Laut
disergap empat lelaki tak dikenal. Bersama kawan-kawannya, Daniel Tumbuhan,
Sunu Dyantoro, Alex Perazon, dia dibawah ke sebuah tempat yang tak dikenal.
Berbulan-bulan mereka disekap, diintrogasi, dipukul, ditendang, digantung, dan
diestrum agar bersedia menjawab satu pertanyaan penting: siapakah yang berdiri
di balik gerakan aktivis dan mahasiswa saat itu.
Keluarga
Arya Wibisono, seperti biasa, pada hari Minggu sore memasak bersama,
menyediakan makanan kesukaan Biru Laut. Sang ayah akan meletakkan satu piring
untuk dirinya, satu piring untuk sang ibu, satu piring untuk Biru Laut, dan
satu piring untuk si bungsu Asmara Jati. Mereka duduk menanti dan menanti. Tapi
Biru Laut tak kunjung muncul.
Asmara
Jati, adik Biru Lau, beserta Tim Komisi Orang Hilang yang dipimpin Aswin
Pradana mencoba mencari jejak mereka yang hilang serta merekam dan mempelajari
testimoni mereka yang kembali, Anjani, Kekasih Laut, para orangtua dan istri
aktivis yang hilang menuntut kejelasan tentang anggota keluarga mereka.
Sementara Biru Laut, dari dasar laut yang sunyi bercerita kepada kita, kepada
dunia tentang apa yang terjadi pada dirinya dan kawan-kawannya.
Bagian
Pertama, Laut adalah seorang mahasiswa program studi Sastra Inggris di
Universita Gadjah Mada, Yogyakarta. Ia sangat menggeluti dunia sastra dan
tentunya tidak sedikit buku sastra klasik yang dimilikinya, baik itu buku
sastra bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Laut gemar membaca berbagai buku
karangan Pramoedya Ananta Toer yang ketika itu peredarannya dilarang di
Indonesia. Hal itu yang menekatkan dirinya secara diam-diam untuk memfotokopi
buku-buku tersebut di salah satu tempat yang disebut sebagai fotokopi
terlarang. Mulai dari sana, dirinya bertemu dengan Kinan, salah satu mahasiswa
FISIP yang memperkenalkan Laut akan organisasi Winatra dan Wirasena.
Dalam
novel ini, diceritakan bahwa Laut beserta rekan-rekannya melaksanakan beberapa
aksi atau gerakan untuk membela rakyat yang telah diambil haknya oleh
pemerintah, salah satunya “Aksi Tanam Jagung Blangguan”. Akan tetapi, jauh
sebelum mereka melakukan aksi tersebut, Laut bersama teman-temannya berdiskusi
terlebih dahulu yang dikenal sebagai diskusi kwangju. Dari situlah, awal mula
Laut dan rekan-rekannya mengetahui dan mengenal arti dari sebuah pengkhianatan.Diskusi
kwangju yang semestinya berlangsung baik dan lancar justru terhambat karena
adanya intel yang secara tiba-tiba mendatangi markas mereka. Namun, tidak ada
yang tahu pelaku yang membocorkan diskusi mereka. Beberapa anggota dari
organisasi Winatra sedikit menaruh curiga pada Naratama sebab dirinya tidak
pernah tampak saat penangkapan dilakukan, tetapi itu hanyalah dugaan mereka.
Belum diketahui kebenaran yang sesungguhnya seperti apa.
Singkatnya,
Laut diringkus lagi oleh sekelompok orang yang tidak dikenal, tepatnya tanggal
13 Maret 1998. Semenjak mereka menjadi buronan di tahun 1996 sebab organisasi
Winatra dan Wirasena dikatakan berbahaya bagi pemerintah kemudian Sunu, Mas
Gala, dan Narendra secara tiba-tiba hilang. Kemudian, lambat laun beberapa
rekan-rekan yang lain pun hilang entah ke mana. Lalu, sekarang Laut disusul
oleh Alex dan Daniel yang menghilang. Saat penculikan dan penyekapan itu,
mereka memperoleh siksaan yang sangat tidak manusiawi, bisa dikatakan sangat
sadis dan biadab. Mereka semua dipukuli, disiram dengan air es, disetrum,
digantung dengan kaki yang berada di atas dan kepala berada di bawah,
ditelentangkan di atas batangan es yang sangat dingin, serta penyiksaan lainnya.
Bagian
Kedua, Di bagian kedua dalam novel Laut Bercerita, Asmara, adik dari Laut yang
menjadi sudut pandang ceritanya. Asmara dengan Laut, mereka memiliki visi yang
saling berjauhan yang mana adiknya lebih menaruh minat pada bidang sains,
sementara Laut cenderung bidang sastra. Pada bagian kedua ini, berawal dari
tahun 2000, tepat dua tahun sudah Laut beserta 13 temannya menghilang entah ke
mana. Terdapat hal yang menyesakkan dada, yakni saat mereka melangsungkan
acara–atau yang mereka sebut sebagai ritual–makan malam bersama di setiap hari
minggu.
Hal-hal
seperti biasanya mereka lakukan, ibu yang menyiapkan makanan, serta bapak yang
mengambil piring untuk wadah mereka makan. Bapak masih menyisakan satu piring
untuk Laut, berharap bahwa Laut kelak pulang ke rumah dan kembali makan
bersama. Akan tetapi, hasilnya selalu sama dan nihil. Kemudian, Asmara dan
kawan-kawannya memutuskan untuk mendirikan semacam lembaga khusus menangani
orang yang dihilangkan secara paksa, layaknya Laut, kakak Asmara. Asmara tidak
membangun itu dengan kawan-kawannya saja, ia bekerja sama dengan berbagai orang
dan keluarga dari teman-teman Laut yang belum ditemukan pula. Lembaga itu
didirikan dengan harapan agar Laut beserta rekan-rekannya yang hilang itu,
tidak habis dimakan waktu dan pemerintahan segera menuntaskan perkara ini.
Keunggulan
Keunggulan
dalam sebuah novel, tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi penulis. Hal itu
membuktikan bahwa dalam karya tulisnya, ada sesuatu yang “tidak biasa’ di mata
para pembaca. Visualisasi karakter dan suasana dalam novel initampak nyata.
Terlebih, bagian dimana Laut dan teman-temannya disiksa dan diperlakukan tidak
manusiawi.
Novel
ini berdasarkan kisah nyata pengalaman dari para aktivis yang sempat hilang dan
diculik para Maret tahun 1998 lalu, kemudian 9 berhasil kembali dan 13 lainnya
dinyatakan hilang. Novel ini bersifat edukatif, dibuktikan bahwa didalamnya
memuat pengetahuan sejarah rezim Orde Baru, sejarah pergerakan dalam menegakkan
keadilan sosial seperti dalam pancasila ke-3. Novel ini terisnpirasi dari Masa
Orde Baru Soeharto. Ada moral value yang dapat diterapkan di kehidupan
sehari-hari. Salah satunya adalah cara agar memanusiakan manusia dari segala
aspek.
Kelemahan
Ada
sedikit kekurangan atau kelemahan dalam novel ini, seperti alur cerita yang
digunakan adalah alur campuran atau maju mundur. Jika para pembaca tidak
terbiasa dengan alur seperti didalam novel ini, akan cenderung kesulitan atau
bingung. Dalam membaca novel yang memiliki alur cerita yang campuran atau maju
mundur dibutuhkan sikap fokus dan pemahaman secara saksama agar dapat mengikuti
alur cerita yang baik.
Kesimpulan
Novel
Laut Bercerita memberikan kita makna dari nilai perjuangan dalam merebut
demokrasi, perjuangan dalam bersuara, perjuangan dalam kehidupan,perjuangan
dalam merebut hak kewarganegaraan, serta memberikan makna kerjasama tim, dan
lain sebagainya. Ada yang dapat kita bandingkan pada saat ini jika dihubungkan
dengan novel ini yang berlatar tahun 90an di rezim Orde Baru. Buku ini adalah
perwujudan dalam bentuk fiksi bahwa kita tak boleh melupakan sejarah yang
sekaligus yang menjadi tumpuan bangsa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar