KEHILANGAN
Pagi ini seperti biasa aku sedang bersiap-siap untuk pergi sekolah. “Rania
cepat sudah ditunggu ayah di luar”, teriak ibuku. Aku buru-buru keluar kamar
untuk menghampiri ayah dan tak lupa membawa bekal yang sudah disiapkan oleh
ibu. “aku berangkat dulu ya bu”, ucapku sambil mencium tangan ibu. Setiap pagi ayah
selalu mengantarku sekolah kemudian lanjut bekerja, karena tempat kerja ayah
searah dengan sekolahku.
Sesampainya di sekolah aku menyapa teman-temanku yang sudah datang
terlebih dahulu. Tak lama kemudian bel pelajaran berbunyi. Seperti biasa kita
berdoa terlebih dahulu sebelum memulai pelajaran. Setelah 4 jam, bel istirahat
berbunyi. Aku dan teman-temanku berkumpul dalam satu meja untuk makan bekal bersama.
Setelah makan bekal kita lanjut membahas ujian karena kita sudah kelas 12
otomatis akan banyak ujian sebelum kita benar-benar lulus. Pukul 2 siang bel
pulang berbunyi, semua murid bersiap untuk pulang termasuk aku.
Saat sampai dirumah, aku langsung ganti baju dan makan. Setelah itu aku
pergi ke warung ibuku untuk membantunya. Kebetulan ibu membuka warteg yang tak
jauh dari rumah. Seperti biasa ibu selalu sibuk melayani pembeli yang ingin
makan. Ibu memang berjualan sendiri karena ayah juga bekerja. Ibu berpikir ini
hanya warteg kecil jadi ia masih bisa melayani pembeli sendiri, tapi aku juga
sering membantunya.
Hari mulai petang ibuku segera menutup warungnya karena memang dari
awal warung ini bukanya hanya sampai jam 5 sore. Kita berdua pulang ke rumah
dan bersih-bersih badan. Setelah itu ibu menyiapkan makan malam karena habis
ini ayah pulang. Suara klakson terdengar dari luar itu tandanya ayah sudah
pulang. Aku segera membukakan pintu dan benar sekali ayah sedang memarkirkan
motornya. Ayah menghampiriku sambil menyodorkan sesuatu yang terbungkus dalam
kantong keresek. “Ayah belikan martabak kesukaanmu sama ibumu sana bawa masuk”,
ucap ayah sambil tersenyum. Ayah paling tau tentang cara membahagiakan keluarga
kecilnya meskipun hanya dengan hal-hal kecil. “Ayah mandi dulu habis itu kita
makan” perintah ibu ke ayah. Ayah tersenyum sambil berkata “iya sayangku..”. Aku
tersenyum melihat tingkah kedua pasangan tersebut. Memang jarang aku melihat
mereka bermesraan di depanku tapi yang aku tau mereka adalah dua orang yang
saling mencintai.
Keesokan harinya saat aku hendak berangkat sekolah tiba-tiba aku
mendengar suara orang batuk ternyata itu ayahku. Di ruang tamu aku melihat ayah
sedang batuk-batuk dan ibu yang khawatir dengan keadaannya. “Rania hari ini
kamu berangkat sekolahnya naik ojek saja ya sepertinya ayah lagi tidak enak
badan”, ucap ibu. Aku hanya mengangguk dan segera berpamitan untuk pergi
sekolah. Selama di perjalanan aku memikirkan kondisi ayah apakah ia baik-baik
saja, karena aku takut kalau terjadi apa-apa dengan ayah. Saat pulang sekolah
aku terkejut melihat rumah yang kosong, dan motor ayah yang berada di rumah.
Tiba-tiba teleponku berbunyi, ibu meneleponku dan bilang kalau ayah sedang
dirawat di Rumah Sakit.
Aku segera pergi ke Rumah Sakit tanpa mengganti bajuku terlebih dahulu.
Sesampainya di sana aku segera mencari kamar ayah, dan benar sekali aku melihat
ayah yang sedang terbaring lemas di atas ranjang dan ibu yang duduk
disampingnya. “Ayah kenapa?”, tanyaku. “Penyakit ayahmu kambuh lagi nak”, jawab
ibu. Dari aku kecil ayah sudah mengidap penyakit liver. Sudah beberapa hari
ayah dirawat di Rumah Sakit dan tak kunjung membaik. Aku dan ibu mulai cemas
memikirkan keadaan ayah. Ayah tambah kurus semenjak di rumah sakit. Selama ayah
dirawat di Rumah Sakit ibu tidak membuka warungnya karena menemani ayah. Aku
tidak bisa menemani ayah seharian karena aku juga harus sekolah apalagi
sekarang ujian. Meskipun begitu setiap pulang sekolah aku pasti ke Rumah Sakit
untuk menjenguk ayah.
Ini sudah hari ke lima ayah dirawat di Rumah Sakit. Sepulang sekolah
nanti aku akan menjenguk ayah sambil membawakan roti bakar kesukaannya. Saat
sampai di Rumah Sakit aku melihat kondisi ayah yang mulai membaik senyum di
wajahnya sudah terukir kembali. “Ayah ini Rania bawakan roti bakar kesukaan
ayah dimakan ya”, ucapku. “Pasti ayah makan nak kamu taruh di atas meja dulu”,
jawab ayah. Kondisi ayah yang kian membaik akhirnya oleh dokter sudah
diperbolehkan pulang.
Tak terasa hari-hari berlalu dan aku akan segera wisuda. Aku sangat
berharap ayah dan ibu dapat menemaniku wisuda nanti. Pagi ini seperti biasa ayah
mengantarku ke sekolah, tapi tidak lanjut bekerja karena tidak diperbolehkan
sama ibu. Saat pulang sekolah tiba-tiba ibu meneleponku dan bilang kalau ayah
masuk Rumah Sakit lagi. Sontak aku terkejut dan bergegas pergi ke Rumah Sakit. Sesampainya
di sana aku segera menghampiri ayah, terlihat ayah mulai lemas tak berdaya.
“Yah kurang tiga hari lagi aku wisuda ayah sembuh ya”, pintaku pada ayah. Respon
ayah hanya tersenyum sambil mengusap wajahku.
Keesokan harinya aku sudah merencanakan untuk ke Rumah sakit lebih awal,
dan berharap kondisi ayah akan membaik. Tapi ternyata harapan itu salah
sesampainya di sana aku melihat ibu menangis di depan kamar ayah. “Ibu kenapa?
Apa yang terjadi dengan ayah?”, aku terus menerus menanyakannya pada ibu.
Kemudian dokter keluar dari kamar ayah dan berkata kalau ayah sudah meninggal. Sekejap
dunia rasanya berhenti, jantungku berdetak dengan cepat dan aku tidak bisa
menahan air mataku. Aku segera masuk dan melihat ayah yang pucat dan tak ada
lagi senyuman di wajahnya. Sama sepertiku ibu juga tidak bisa menahan air
matanya. Kami berdua sama-sama merasa kehilangan.
Tepat hari ini, hari di mana aku wisuda. Hari yang sudah
kunanti-nantikan ini terasa begitu hampa, disaat murid-murid lain merasa
berbahagia aku malah merasakan sakit yang begitu dalam. Harapanku wisuda
ditemani ayah dan ibu hilang begitu saja. Aku melihat sekeliling banyak orang
tertawa bahagia, sedangkan aku hanya terdiam sendiri. Tiba-tiba ada yang
menepuk pundakku dan ternyata itu adalah ibu. “Sudah jangan terlarut dalam
kesedihan, hari ini adalah hari spesial untukmu Rania”, ucap ibuku. Aku melihat
ibu sangat tegar dalam meyakinkanku padahal sebenarnya ibu juga menyimpan rasa
sakit yang sangat dalam, tapi ia menutupinya agar aku tidak bersedih.
Saat namaku disebut sebagai salah satu wisudawan terbaik di situlah tak
terasa air mataku jatuh. Rasa senang dan sedih bercampur aduk menjadi satu. Aku
senang karena aku menjadi salah satu wisudawan terbaik, namun disisi lain aku
sedih karena ayah tidak hadir menemaniku di sini. Setelah acara selesai ibu
menghampiriku dan berkata “good job ibu bangga sama Rania”. Kemudian ibu
memelukku.
Halo
everyone!
Nama
saya Maulida Nur Hanifah. Saya lahir di Batu, 31 Maret 2007. Saat ini saya
sedang menempuh pendidikan di Madrasah Aliyah Almaarif Singosari. Dan saat ini
saya duduk dibangu kelas 11. Cita-cita saya ingin menjadi pengusaha muda yang
sukses dan dermawan. Tapi cita-cita utama saya adalah membahagiakan kedua orang
tua saya, karena saya percaya tidak ada yang lebih indah selain kebahagiaan
orang tua yang melihat anaknya sukses.
Karya
tulis yang berjudul "KEHILANGAN" adalah karya pertama yang saya buat.
Saya sangat suka membuat cerita tapi tidak pernah saya jadikan cerita yang
utuh. Jika anda ingin bertanya atau berkomentar tentang cerita ini atau bahkan
mau cari tahu tentang saya bisa melalui instagram saya @_fahnva
See
you gais!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar