Sabtu, 09 Desember 2023

CERPEN MAULIDA NUR HANIFAH

 KEHILANGAN

Pagi ini seperti biasa aku sedang bersiap-siap untuk pergi sekolah. “Rania cepat sudah ditunggu ayah di luar”, teriak ibuku. Aku buru-buru keluar kamar untuk menghampiri ayah dan tak lupa membawa bekal yang sudah disiapkan oleh ibu. “aku berangkat dulu ya bu”, ucapku sambil mencium tangan ibu. Setiap pagi ayah selalu mengantarku sekolah kemudian lanjut bekerja, karena tempat kerja ayah searah dengan sekolahku.

Sesampainya di sekolah aku menyapa teman-temanku yang sudah datang terlebih dahulu. Tak lama kemudian bel pelajaran berbunyi. Seperti biasa kita berdoa terlebih dahulu sebelum memulai pelajaran. Setelah 4 jam, bel istirahat berbunyi. Aku dan teman-temanku berkumpul dalam satu meja untuk makan bekal bersama. Setelah makan bekal kita lanjut membahas ujian karena kita sudah kelas 12 otomatis akan banyak ujian sebelum kita benar-benar lulus. Pukul 2 siang bel pulang berbunyi, semua murid bersiap untuk pulang termasuk aku.

Saat sampai dirumah, aku langsung ganti baju dan makan. Setelah itu aku pergi ke warung ibuku untuk membantunya. Kebetulan ibu membuka warteg yang tak jauh dari rumah. Seperti biasa ibu selalu sibuk melayani pembeli yang ingin makan. Ibu memang berjualan sendiri karena ayah juga bekerja. Ibu berpikir ini hanya warteg kecil jadi ia masih bisa melayani pembeli sendiri, tapi aku juga sering membantunya.

Hari mulai petang ibuku segera menutup warungnya karena memang dari awal warung ini bukanya hanya sampai jam 5 sore. Kita berdua pulang ke rumah dan bersih-bersih badan. Setelah itu ibu menyiapkan makan malam karena habis ini ayah pulang. Suara klakson terdengar dari luar itu tandanya ayah sudah pulang. Aku segera membukakan pintu dan benar sekali ayah sedang memarkirkan motornya. Ayah menghampiriku sambil menyodorkan sesuatu yang terbungkus dalam kantong keresek. “Ayah belikan martabak kesukaanmu sama ibumu sana bawa masuk”, ucap ayah sambil tersenyum. Ayah paling tau tentang cara membahagiakan keluarga kecilnya meskipun hanya dengan hal-hal kecil. “Ayah mandi dulu habis itu kita makan” perintah ibu ke ayah. Ayah tersenyum sambil berkata “iya sayangku..”. Aku tersenyum melihat tingkah kedua pasangan tersebut. Memang jarang aku melihat mereka bermesraan di depanku tapi yang aku tau mereka adalah dua orang yang saling mencintai.

Keesokan harinya saat aku hendak berangkat sekolah tiba-tiba aku mendengar suara orang batuk ternyata itu ayahku. Di ruang tamu aku melihat ayah sedang batuk-batuk dan ibu yang khawatir dengan keadaannya. “Rania hari ini kamu berangkat sekolahnya naik ojek saja ya sepertinya ayah lagi tidak enak badan”, ucap ibu. Aku hanya mengangguk dan segera berpamitan untuk pergi sekolah. Selama di perjalanan aku memikirkan kondisi ayah apakah ia baik-baik saja, karena aku takut kalau terjadi apa-apa dengan ayah. Saat pulang sekolah aku terkejut melihat rumah yang kosong, dan motor ayah yang berada di rumah. Tiba-tiba teleponku berbunyi, ibu meneleponku dan bilang kalau ayah sedang dirawat di Rumah Sakit.

Aku segera pergi ke Rumah Sakit tanpa mengganti bajuku terlebih dahulu. Sesampainya di sana aku segera mencari kamar ayah, dan benar sekali aku melihat ayah yang sedang terbaring lemas di atas ranjang dan ibu yang duduk disampingnya. “Ayah kenapa?”, tanyaku. “Penyakit ayahmu kambuh lagi nak”, jawab ibu. Dari aku kecil ayah sudah mengidap penyakit liver. Sudah beberapa hari ayah dirawat di Rumah Sakit dan tak kunjung membaik. Aku dan ibu mulai cemas memikirkan keadaan ayah. Ayah tambah kurus semenjak di rumah sakit. Selama ayah dirawat di Rumah Sakit ibu tidak membuka warungnya karena menemani ayah. Aku tidak bisa menemani ayah seharian karena aku juga harus sekolah apalagi sekarang ujian. Meskipun begitu setiap pulang sekolah aku pasti ke Rumah Sakit untuk menjenguk ayah.

Ini sudah hari ke lima ayah dirawat di Rumah Sakit. Sepulang sekolah nanti aku akan menjenguk ayah sambil membawakan roti bakar kesukaannya. Saat sampai di Rumah Sakit aku melihat kondisi ayah yang mulai membaik senyum di wajahnya sudah terukir kembali. “Ayah ini Rania bawakan roti bakar kesukaan ayah dimakan ya”, ucapku. “Pasti ayah makan nak kamu taruh di atas meja dulu”, jawab ayah. Kondisi ayah yang kian membaik akhirnya oleh dokter sudah diperbolehkan pulang.

Tak terasa hari-hari berlalu dan aku akan segera wisuda. Aku sangat berharap ayah dan ibu dapat menemaniku wisuda nanti. Pagi ini seperti biasa ayah mengantarku ke sekolah, tapi tidak lanjut bekerja karena tidak diperbolehkan sama ibu. Saat pulang sekolah tiba-tiba ibu meneleponku dan bilang kalau ayah masuk Rumah Sakit lagi. Sontak aku terkejut dan bergegas pergi ke Rumah Sakit. Sesampainya di sana aku segera menghampiri ayah, terlihat ayah mulai lemas tak berdaya. “Yah kurang tiga hari lagi aku wisuda ayah sembuh ya”, pintaku pada ayah. Respon ayah hanya tersenyum sambil mengusap wajahku.

Keesokan harinya aku sudah merencanakan untuk ke Rumah sakit lebih awal, dan berharap kondisi ayah akan membaik. Tapi ternyata harapan itu salah sesampainya di sana aku melihat ibu menangis di depan kamar ayah. “Ibu kenapa? Apa yang terjadi dengan ayah?”, aku terus menerus menanyakannya pada ibu. Kemudian dokter keluar dari kamar ayah dan berkata kalau ayah sudah meninggal. Sekejap dunia rasanya berhenti, jantungku berdetak dengan cepat dan aku tidak bisa menahan air mataku. Aku segera masuk dan melihat ayah yang pucat dan tak ada lagi senyuman di wajahnya. Sama sepertiku ibu juga tidak bisa menahan air matanya. Kami berdua sama-sama merasa kehilangan.

Tepat hari ini, hari di mana aku wisuda. Hari yang sudah kunanti-nantikan ini terasa begitu hampa, disaat murid-murid lain merasa berbahagia aku malah merasakan sakit yang begitu dalam. Harapanku wisuda ditemani ayah dan ibu hilang begitu saja. Aku melihat sekeliling banyak orang tertawa bahagia, sedangkan aku hanya terdiam sendiri. Tiba-tiba ada yang menepuk pundakku dan ternyata itu adalah ibu. “Sudah jangan terlarut dalam kesedihan, hari ini adalah hari spesial untukmu Rania”, ucap ibuku. Aku melihat ibu sangat tegar dalam meyakinkanku padahal sebenarnya ibu juga menyimpan rasa sakit yang sangat dalam, tapi ia menutupinya agar aku tidak bersedih.

Saat namaku disebut sebagai salah satu wisudawan terbaik di situlah tak terasa air mataku jatuh. Rasa senang dan sedih bercampur aduk menjadi satu. Aku senang karena aku menjadi salah satu wisudawan terbaik, namun disisi lain aku sedih karena ayah tidak hadir menemaniku di sini. Setelah acara selesai ibu menghampiriku dan berkata “good job ibu bangga sama Rania”. Kemudian ibu memelukku.

 

BIONARASI

Halo everyone!

Nama saya Maulida Nur Hanifah. Saya lahir di Batu, 31 Maret 2007. Saat ini saya sedang menempuh pendidikan di Madrasah Aliyah Almaarif Singosari. Dan saat ini saya duduk dibangu kelas 11. Cita-cita saya ingin menjadi pengusaha muda yang sukses dan dermawan. Tapi cita-cita utama saya adalah membahagiakan kedua orang tua saya, karena saya percaya tidak ada yang lebih indah selain kebahagiaan orang tua yang melihat anaknya sukses.

 

Karya tulis yang berjudul "KEHILANGAN" adalah karya pertama yang saya buat. Saya sangat suka membuat cerita tapi tidak pernah saya jadikan cerita yang utuh. Jika anda ingin bertanya atau berkomentar tentang cerita ini atau bahkan mau cari tahu tentang saya bisa melalui instagram saya @_fahnva

 

See you gais!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RESENSI AFIQ HUSNATU ZAHRA

 RESENSI NOVEL  Judul laut bercerita  Penulis:Kelas.chudori  “Laut Bercerita” adalah sebuah novel karya Leila S. Chudori yang diterbitkan p...