Pergi tanpa pamit
Langit malam
tampak indah dengan bertabur bintang di sisi bulan, aku Aldara Putri Humaira
gadis yang masih berstatus pelajar dan
santri di pondok pesantren bernama Al Innayah. Malam itu adalah malam rabu
dimana aku dan kawan-kawanku sedang duduk sambil bercanda ria, disaat aku ingin
pergi kekamar mandi tiba-tiba mbak Zafa datang ke kamarku. Aku pun berhenti
ingin tau mbak Zafa sedang mencari siapa.
“Eh mbak, ada Dara ta?” Tanyanya, yang ternyata sedang
mencariku.
“Ada apa mbak Zaf?” Kataku.
“Kamu di suruh buat siap-siap, habis ini di
jemput.”katanya.
“Hah ngapain mbak, kok tiba -tiba?” Tanyaku dengan wajah
terkejut.
“Gak tau Dar, mungkin ada sesuatu.” jawabnya.
Perasaan dan pikiranku mulai tak karuan dan air
mataku mulai turun. Aku hanya mengambil
beberapa baju dan memasukkan ke dalam tas ,anak-anak yang melihatku meneteskan
air mata dan sahabatku yang melihat itu langsung berkata “Jangan nangis Dara,
mungkin mau diajak healing kamu.“Hanya kujawab dengan senyuman.
Selesai semuanya aku turun dan saat ingin melewati lorong
ada dua mbak yang berada di dapur. Salah satunya adalah mbak Zena yang juga
pengurus keamanan.
”Mau kemana Dar?” Tanyanya kepadaku.
“Mau pulang mbak, katanya udah ada di depan.” Jawabku.
Mbak Zena dan sahabatnya pun membukakan pintu gerbang
untukku lalu aku pun
Segera berterimakasih dan pergi keluar dan terlihatlah
abiku yang tengah menungguku.
Nama abiku
adalah abian alfaraby hamami beliau memiliki sikap yang begitu tegas dan
teguh dengan pendiriannya.
Akupun segera
naik ke sepeda lalu abiku menyalakan sepeda dan melaju dengan kecepatan sedang, saat di
perjalanan aku memberanikan diri untuk
bertanya.
“Abi, kenapa
Dara kok tiba-tiba di jemput, kakek kenapa?” Tanyaku dengan air mata yang tiba
mengalir dengan deras, namun tak ada jawaban yang terlontarkan dari bibirnya.
Sesampainya dirumah kakek, terlihat olehku sebuah tempat
yang tak asing lagi bagiku, tempat dengan tutupan berwarna hijau, membuat air
mataku turun bertambah deras. Saat sepeda abi berhenti aku langsung turun lalu
memasuki rumah kakek, bagaimana aku tidak bertambah sedih sebuah aroma yang tak
pernahku sukai ,ini berada dirumah ini. Aku pun duduk lalu dihampiri oleh
tetanggaku, pundakku dielus olehnya, ia bibi Elis.
”Kasihan kamu Dar, ditinggal sama kakekmu.” Ucapnya.
Nama kakekku adalah Chairuddin Adiansyah Basil. Beliau
ialah ayah dari kak Daniel dan umiku, beliau memiliki sikap pemurah nan baik
hati, ia penuh kasih sayang kepada anak-anak dan cucu-cucunya yang tersayang.
Aku tak mendengarkan perkataan bibi Elis. Aku berlalu
pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu, selesai wudhu aku pergi kerumah kak
Daniel, sesampainya di rumah kakak ternyata dia belum kembali dari Rumah Sakit
Medika, hanya ada kak Helen disana.
Kak Daniel sendiri adalah adik umiku serta suami kak
Helen yang punya sikap cerewet dan suka bercanda,berbeda lagi dengan kak Helen
yang memiliki sikap tegas dan suka marah. Akupun ke kamar mandi lagi untuk
wudhu lalu pergi kekamar kakek untuk membacakan surat yasin, selesai membaca
yasin aku diam sejenak dikamar itu, lalu ada sahabatku berkata
“kasihan dara, udah nggak punya kakek lagi.”
Deg!
Hatiku terasa sakit mendengarkan ucapannya. Nama
sahabatku adalah vania chandara dia memiliki sikap jahil dan cerewet.
Dan tibalah jenazah beliau namun aku tak bisa melihat
wajahnya untuk terakhir kali, hanya bisa melihat sebuah kain kafan yang telah
melekat di tubuhnya.
Terlintas di pikiranku kenangan bersamanya dan ucapannya.
Terlihat 2 orang
di sebuah pekarangan kebun, saat sedang asik memetik seorang gadis kecil
tiba-tiba ditanyai oleh kakeknya.
“ Nduk” Panggil
sang kakek.
“Dalem, abah.” Jawabnya
“Awakmu pacaran ta
nduk?” Tanyanya.
“Mboten, abah.”
Jawabnya lagi.
“Nduk, abah nggak
pengen pean pacaran emboh saiki opo emben abah ngak ridho.”
Aku hanya diam tak menjawab namun di hatiku
bertanya-tanya, ‘Apa aku boleh menyukainya saja,jika memang aku tak
di perbolehkan pacaran?’
Tiba-tiba ada seseorang yang memegang pundakku dan akupun
tersadar dari lamunanku.
Orang-orang pun mensholati jenazah kakek selesai
mensholati mereka pun menggotong keranda untuk dibawa ke luar, diluar terlihat
kak Daniel siap untuk mengantar jenazah
Sang ayah ketempat istrirahatnya untuk terakhir kali.
End-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar